Kita mesti berusaha menjadi suami yang terbaik, ayah yang terbaik.
Jangan harap isteri sahaja baik, tapi kita sebagai suami tak baik.
Wanita mana yang tidak mendambakan seorang lelaki yang kelak dapat menjadi sandaran hidupnya, mampu membimbing dan mendidiknya untuk menjadi wanita terbaik dan solihah bukan saja hanya untuk suaminya, tetapi terbaik untuk Allah subhanahu wata’ala.
Suami yang selalu memotivasinya untuk beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala dan selalu istiqamah di jalan-Nya.
Maka tentunya faktor-faktor dan ciri-ciri di bawah ini perlu diketahui oleh para kaum lelaki yang ingin menjadi suami idaman bagi isteri-isterinya. Di antaranya adalah:
1. Hendaklah seorang suami senantiasa bertakwa kepada Allah subhanahu wata’ala dalam mempergauli dan memperlakukan isterinya. Kerana ia adalah amanah yang akan dipertanyakan oleh Allah subhanahu wata’ala pada hari Kiamat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Perlakukanlah wanita-wanita itu dengan baik". (Muttafaq 'alaih).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang berbuat zhalim terhadap wanita. Sebagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdo'a, "Ya Allah sesungguhnya aku akan menjadi penghalang (orang yang menzalimi) hak dua golongan yang lemah, yakni: Anak yatim dan wanita." (HR. Ibnu Majah dengan sanad hasan).
2. Hendaklah seorang suami memiliki perangai dan tabiat yang mulia. Janganlah dia mencaci isterinya, menghinanya, dan mendiamkannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Janganlah seorang mu'min membenci seorang mu'minah, jika ia tidak menyukai suatu perangai nya, maka dia akan menyukai perangai yang lain dari dirinya." (HR. Muslim).
3. Hendaklah seorang suami banyak bersabar dan baik dalam bermu'amalah dengan isterinya. Maka sebaik-baik kalian adalah yang menjaga persahabatan dan kasih sayang! Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku adalah sebaik-baik kalian kepada keluargaku". (HR. Ibnu Majah)
4. Hendaklah seorang suami memiliki kecemburuan terhadap isterinya, tetapi tidak berlebihan, sehingga berburuk sangka kepadanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Apakah kalian merasa kagum/heran dengan ghirah (rasa cemburu)nya Sa'ad? Sungguh aku lebih cemburu darinya, dan Allah lebih cemburu dariku." (HR.Muslim).
5. Hendaklah seorang suami bersikap lemah lembut dan bijaksana dalam menangani kesalahan dan kekeliruan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu, melainkan ia akan membuatnya menjadi indah, dan tidaklah kelembutan itu hilang dari sesuatu, melainkan ia akan memperburuknya. " (HR. Muslim). Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, "Sesungguhnya Allah Maha lembut, Dia menyukai kelembutan di dalam semua perkara." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
6. Hendaklah seorang suami memberikan nafkah kepada isterinya dengan ma'ruf (layak). Sebagaimana Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, " dan janganlah Engkau jadikan tanganmu terbelenggu di lehermu, dan janganlah pula Engkau menghulurkannya Dengan sehabis-habisnya, kerana akibatnya akan Tinggallah Engkau Dengan keadaan Yang tercela serta kering keputusan. (QS. Al-Isra': 29) (maksudnya: tidak kurang dan tidak berlebihan) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya, apa hak isteri yang wajib dipenuhi oleh suami? Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, "Kamu memberi makan kepadanya, jika kamu makan. Dan kamu memberi pakaian untuknya, jika kamu memakai pakaian. Dan janganlah kamu memukul wajah, menjelek-jelekkannya, dan jangan pula kamu mendiamkannya kecuali di dalam rumah." (HR. Ahmad dan Abu Daud).
7. Hendaklah seorang suami mempelajari feqah kewanitaan sehingga ia mengetahui cara bergaul isterinya saat haidh dan nifas, dan hendaklah dia mengajarkan kepada isterinya tentang masalah tersebut, jika dia belum mengetahuinya.
8. Hendaklah seorang suami mengerti, bahwasannya tidak boleh baginya berhubungan (bersetubuh) dengan isterinya waktu haidh, dan tidak pula pada duburnya. Dan dibolehkan baginya untuk bermesra-mesraan dengannya waktu haidh, kecuali melakukan jima' (bersetubuh), karena hal tersebut diharamkan. Allah subhanahu wata’ala berfirman,artinya, "Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:" Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintakan Allah kepadamu. Sesung guhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagai mana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah ahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman." (QS. Al-Baqarah: 222-223).Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Allah subhanahu wata’ala tidak memandang seorang lelaki yang menggauli lelaki lain atau seorang wanita melalui dubur". (HR. At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani).
9. Di antara etika melakukan jima': Memulai dengan basmalah (membaca bismillah dan berdo'a), bersenda gurau, berpelukan, mencium sebelum melakukannya. Karena hal itu lebih dapat memberikan kepuasan bagi suami dan isteri. Dan jika seorang suami telah selesai menunaikan hajatnya, maka hendaklah dia tidak tergesa-gesa (menyudahinya) , sampai sang isteri mendapatkan haknya. Dan barangsiapa yang ingin mengulanginya (jima'), maka hendaklah ia membasuh kemaluannya, lalu berwudhu.Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya, "Jika salah seorang di antara kalian akan menyetubuhi istrinya mengucapkan (berdoa), "Dengan nama Allah, Ya Allah! Jauhkan kami dari setan, dan jauhkan setan untuk mengganggu apa yang Engkau rezekikan kepada kami. Maka niscaya setan tidak akan mencelakakan anak (hasil) dari keduanya selama-lamanya. "(Muttafaq 'alaih).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Jika salah seorang di antara kalian menyetubuhi isterinya, kemudian hendak mengulangi, maka hendaklah dia berwudhu." (HR. Muslim)
10. Hendaklah seorang suami menjauhkan diri dari menyebar-luas rahsia-rahsia hubungan suami-isteri. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya di antara manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah subhanahu wata’ala pada hari Kiamat adalah seorang suami yang menggauli isterinya, dan isterinya menggaulinya, kemudian ia sebarkan rahsia isterinya." (HR. Muslim).
Suatu ketika dikatakan kepada sebagian orang-orang solih yang ingin menceraikan isterinya, "Apa yang membuatmu ragu kepada isterimu?" Lalu ia menjawab, "Orang yang berakal tak akan membuka rahsia." Maka tatkala ia telah menceraikannya, ia pun kembali ditanya, "Mengapa kamu menceraikannya? ". Lalu ia pun menjawab, "Apa urusanku/ hakku dengan isteri orang lain?"
Semoga Allah subhanahu wata’ala senantiasa memberi kan taufiq-Nya kepada kita semua. Sumber: Dialihbahasakan dari buletin “Baaqotu wardin wa Nisrin, Muhdatun Likulli ‘Arusain”, Min al-Qism al’Ilmy Bi Daril-Wathan. (Oleh: Abu Nabiel)
No comments:
Post a Comment